Berasal dari tempat yang jauh, Amerika tidaklah mudah bagi gadis seperti Eilis. Sosok ibu dan Rose tidak pernah hilang dari pikirannya. Rindu akan rumah, mengawali mereka yang baru memulai hidup di tanah orang. Sesampai di Brooklyn, Eilis tinggal dalam asrama yang banyak dihuni warga asal Irlandia. Kota Brooklyn memang banyak dipadati etnis asal Irlandia. Kenyataannya memang demikian, Brooklyn bisa dianggap rumah kedua bagi mereka.
Awalnya
Eilis adalah sosok pemalu dan canggung. Pekerjaannya dalam toko menuntutnya menjadi pribadi yang lebih terbuka dan
hangat pada setiap konsumen. tak lama kemudian , munculah sosok Tony, pria asal Itali
yang menjadi tambatan hatinya. Dia
adalah Tony Fiorello (Emory Cohen), tukang servis pipa air.
Kedatangan
Tony adalah ‘udara segar’ bagi Eilis. Kekakuan lidahnya saat melayani konsumen
berangsur menjadi lunak. Saya berpendapat, jatuh cinta mampu mengubah mereka
menjadi seseorang yang berbeda. Awalnya saya berpendapat bahwa
Eilis adalah sosok tertutup. Kemudian saya menyadari bahwa Eilis sebenarnya menunggu
seseorang yang tepat untuk memulai bercerita. Di salah satu adegan dalam
restoran, Eilis nampak bercerita panjang lebar dengan Tony dan lupa memakan
hidangannya. Eilis secara penuh membuka identitas sesungguhnya.
Apa
yang selalu saya sukai dalam setiap period
drama adalah melihat kembali segala pernak-pernik lama yang kini mulai
jarang terlihat. Desain produksi hingga kostum adalah bagian-bagian penting
yang menunjang nilainya. “Brooklyn” sebagai film well-made disempurnakan dengan pembangunan setingnya yang mengagumkan
berikut kostum ala vintage sederhana
tapi mewah. Berseting tahun berapakah “Brooklyn ?” Jika jeli, Anda akan
mendapati poster film “Singing in The Rain” di salah satu adegannya. Buka imdb.com, dan Anda akan tahu jika
“Singing in The Rain” rilis tahun 1952. Ya, “Brooklyn” bersetingkan tahun 1952.
“Brooklyn”
disutradarai oleh John Crowley. Naskahnya ditulis oleh Nick Hornby hasil
adaptasi novel berjudul sama karya Colm Tóibín. Saya
cermati, “Brooklyn” menggunakan poin utama dalam cerita tentang kerinduan akan
rumah dan hubungan romansa. Saya berusaha untuk memisahkan poin tersebut
menjadi dua bagian. Namun kemudian saya menyadari bahwa bagian romansanya bisa
masuk dalam sub-plot tentang kerinduan kampung halaman.
Secara
menyeluruh, “Brooklyn” tidak menampilkan konflik berarti antara hubungan asmara
antara Eilis dengan Tony. Mungkin terlalu lancar bagi sebagian besar penonton
lainnya. Narasi lantas meminta Eilis pulang ke Irlandia dan mempertemukannya
dengan Jim Farrell (Domnhall Gleeson). Ia anak keluarga kaya dan terpandang di
daerah asal Eilis, Enniscorthy (sejauh yang saya ingat). Apa yang terjadi
kemudian ? Cinta segitiga memuakkan timbul sebagai konflik baru ? Saya
apresiasi bagaimana Nick Hornby menjauhkan hal tersebut. Setidaknya, lewat
Ellis “Brooklyn” tidak berakhir terlalu klise.
Sekilas
“Brooklyn” akan bercerita petualangan jatuh bangunnya seseorang di Brooklyn.
Jika memang benar begitu, mengapa kehidupan Eilis selama di Brooklyn tidaklah menimbulkan
permasalahan berat begitu pula kisah romansanya ? Lancar-lancar saja dan
terkadang terasa sedikit dipaksakan. Saya akui Saoirse Ronan memberikan
performa yang luar biasa. Namun apiknya performa tidak diimbangi oleh lawan
mainnya, Emory Cohen. Akibatnya chemistry
kurang tercipta dengan baik.
“Brooklyn”
adalah film tentang Brooklyn. Film ini bercerita tentang rindu pada rumah.
Bukan Irlandia, tetapi Brooklyn. Ceritanya sederhana, lurus tanpa tikungan
tajam. Mengalir begitu saja seperti aliran sungai di bawah Jembatan Brooklyn. Walau
lemah di bagian chemistry, “Brooklyn”
menghadirkan karakterisasi berikut pengembangannya dengan menarik. Dua jempol untuk akting Saoirse Ronan.
Link Nonton Full Movie : Brooklyn (2015)
0 Response to "FILM : Brooklyn (2015) Nominasi Oscar 2016 Link Nonton Full Movie"
Posting Komentar